Friday, March 04, 2016

"Mama"

Pinterest
Sudah jadi rahasia umum bahwa saya kurang bisa bersosialisasi dengan anak-anak. Apa lagi dengan anak yang usianya di bawah 8 tahun. Mungkin bukan nggak bisa, tapi saya-nya yang nggak mau. Kenapa? Karena mereka belum bisa dibilangin; mereka belum tentu duduk sekali pun diminta duduk oleh Ibu-nya. Kira-kira kondisi semacam itu lah yang bikin saya malas dekat dengan anak-anak.

Akhir tahun 2015 akhirnya saya memutuskan untuk melawan rasa malas saya berdekatan dengan anak kecil. Saya mulai dengan menjadi relawan SabangMerauke. Saya sengaja menyasar anak usia remaja karena saya merasa sedikit lebih senang ada di antara mereka daripada ada di antara anak yang usianya di bawah 8 tahun. Saya sadar bahwa melalui kegiatan ini, saya belum tentu bisa menghabiskan banyak waktu dengan Anak SabangMerauke atau bahkan kenal dengan mereka satu per satu. Tapi seenggaknya saya sudah usaha.

Gawatnya, usaha saya di-amini semesta dan bahkan di-akselerasi. Bulan Februari saya menyewa sebuah kamar di Bendungan Hilir. Saya bertetangga dengan seorang ibu dan anaknya yang berusia tiga tahun. TIGA TAHUN. HAHAHA. FYI, ini bukan kali pertama saya bertetangga dengan ibu yang membawa anaknya untuk tinggal di rumah kos. Saat saya kuliah dan menyewa kamar di Depok, saya bertetangga dengan seorang ibu yang sedang melanjutkan studi S3 di Fakultas Teknik dan anaknya yang, pada saat saya menyelesaikan studi di Depok, sudah duduk di bangku SD dan bersekolah di SD dekat rumah kos.

Kembali ke ibu dan anak tiga tahunnya yang jadi tetangga baru saya. Tetangga baru saya anak laki-laki, biasa dipanggil Jem atau Jef saya nggak tahu pasti, dan ibu-nya yang dipanggil Mama. Dari cerita penjaga kos, ini adalah rumah kos kedua yang ditinggali Jem dan mamanya. Kamar yang mereka sewa di rumah kos sebelumnya hanya beda satu gang dangan rumah kos sekarang. Menurut penjaga kos, penghuni di rumah kos lama yang ditempati Jem dan mamanya banyak yang mengeluh karena Jem suka berisik jadi mereka diminta pindah. :(

Nah, ini. Anak umur tiga tahun tuh ya, memang berisik dan aktifnya luar biasa. Oke, ini sok tahu karena ... how do I know??? Pagi, saat saya mau berangkat kerja, Jem masih minum susu sambil nonton TV dan nggak teriak-teriak. Siang saya nggak ada di rumah kos. Sore/Malam saya pasti dengar Jem bercanda sama mamanya. Ah, masa saya tega sebal karena alasan itu? :(

Saya ngaku sih, kalau Jem memang suka ketawa agak lebay kalau diajak bercanda, apa lagi kalau lagi diajak bercanda di kamar sama mamanya. Saya yang cuma punya waktu baca jurnal dan lalalili malam hari supaya tesis cepat rampung, sebenarnya agak terganggu. Lagi-lagi, masa iya saya tega telpon yang punya rumah kos dan komplain tentang Jem? :( Mungkn tesis saya jadi bisa cepat selesai, tapi selesainya nggak berkah huhuhu

Setiap pagi Mama Jem pergi kerja. Beliau siap-siap berangkat kerja tanpa suara supaya Jem nggak bangun. Kalau Jem sampai bangun, anak itu akan nangis. Beneran. Nggak main-main nangisnya lama banget selesainyaaa :( Sebelum Maghrib Mama Jem sudah sampai di rumah kos. Kalau mamanya sudah pulang, Jem akan nempel terus. Sembari ngeringin rambut habis brsih-bersih, Jem akan ngajak mamanya ngobrol. Well, nggak literally ngobrol sih. Jem cuma akan bilang, "Ma, Ma, Mama..." diulang-ulang sampai yang lagi sok-sok baca jurnal pilu sendiri terus mewek. Ha.

Lalu pada suatu malam, sampai lah saya pada satu kesimpulan. Hubungan ibu dan anak itu melodramatis. Saya nggak siap tahu-tahu mewek di depan umum karena sibuk bikin skenario sendiri tentang ibu dan anak yang ada di hadapan saya. Mungkin itu salah satu faktor yang bikin saya nggak nyaman ada di dekat anak-anak yang usianya di bawah 8 tahun. Mereka masih murni dan belum punya intensi untuk berlaga "nggak sengaja" jatuhin botol minum kosong di tempat umum padahal sebenarnya males buang sampah ke tempatnya atau "minjam" pulpen yang nggak akan dikembalikan.

Terus saya kangen Ibu.


-S

No comments:

Post a Comment

  Photo by Photos Hobby via Unsplash Old wounds are not worth revisiting. -S