Tuesday, November 01, 2011

GALAU: Tren atau Fenomena?

Iseng cari arti kata galau di KBBI dalam jaringan (KBBI on line). Kurang lebih artinya:
galau a, bergalau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak karuan (pikiran); kegalauan n sifat (keadaan hal) galau


Mungkin ya, makna galau sebagai 'kacau tidak karuan (pikiran)' itu sudah turun ke hati. Saya sering sih, pakai istilah galau yang maknanya turun ke hati. :"""

Udah ah, napa jadi semantis gitu bahasannya?

Jadi begini. Waktu itu saya baru tahu nih, kalau istilah galau sudah muncul di zaman dosen saya masih kuliah. Saya lihat ucapan terima kasih di skripsi beliau, bawa-bawa istilah galau. Penasaran sih sama penggunaan dan pemaknaan istilah galau zaman beliau sama zaman saya sekarang (lah, napa semantis lagi sob? Yasudahlah) tapi berhubung saya nggak dekat sama beliau, nggak berani nanya deh :p

Yang entah kenapa muncul di benak saya adalah, "galau itu tren atau bukan?" Kayak yang kita tahu deh, tren itu kan timbul tenggelam; ada masa jayanya, terus hilang, terus muncul lagi. Atau galau adalah fenomena yang terjadi di umur-umur mahasiswa macam saya (baca: awal dua puluhan)?

Kalau kita bilang galau itu adalah tren, berarti galau adalah tren yang tidak pada umumnya. Yang namanya tren pasti bersifat sosial, melibatkan banyak individu, tidak hanya sekelompok orang saja (misalnya: mahasiswa). Tren menjangkau semua kalangan tanpa melihat batasan, tetapi pilihan seseorang untuk mengikuti tren tersebut atau tidak berada di tangan masing-masing. Kenapa saya sampai berpikiran bahwa galau adalah tren yang tidak pada umumnya? Penalaran saya begini, jika istilah galau menjadi tren sudah barang tentu istilah itu akan digunakan di setiap lapisan masyarakat. Pasti istilah terebut juga digunakan oleh siswa-siswi yang sedang puber. Iya lah, mereka sedang gas pol cari identitas; nunjukkin diri ke orang-orang di sekitarnya. Apa yangg sedang hits, pasti diikuti. Namun seingat saya, sewaktu saya duduk di SMP atau SMA saya belum mengenal istilah galau. Jangan-jangan saya yang nggak puber? Saya yang nggak nyari identitas? Saya yang nggak berusaha untuk dilihat orang? Ah bodo amat, yang penting saya sudah paham eksistensialisme Sartre. :)

Kemungkinan lain adalah, zaman saya SMP dan SMA peran teknologi dalam kehidupan sosial belum sebesar sekarang. Dulu punya handphone supaya bisa telepon dan sms. Internet pun belum ada jejaring sosial yang digandrungi macam facebook dan twitter. Istilah galau belakangan meluas gegara facebook, twitter, dan jejaring sosial sejenisnya.

Nalar yang kedua, si galau ini adalah fenomena yang terjadi di usia awal dua puluhan. Kembali pada makna 'kacau tidak karuan (pikiran)', jika disebut fenomena galau bisa mengacu pada kekhawatiran orang-orang di usia itu terhadap masa depan. Bisa sih, "pikirannya nggak karuan karena bingung habis lulus mau ngapain" atau "pikirannya nggak karuan karena bingung belum dapat pendamping wisuda". Kalau yang terakhir sih sepertinya makna galau yang turun ke hati ya. :"""

Karena hanya sebuah fenomena yang terjadi di usia awal dua puluhan, maka seharusnya galau tidak terjadi berkelanjutan (beda soal kalau si individu memang tipe melankolis). Fenomena galau pasti akan hilang seiring terjawabnya satu-demi satu kekhawatiran kita. Nah, galau yang turun ke hati nih yang belum terjawab. Atau saya nggak dengar pas ada yang manggil-manggil? :)


-S

No comments:

Post a Comment

  Photo by Photos Hobby via Unsplash Old wounds are not worth revisiting. -S