Friday, November 04, 2011

Kamis (agak) Mikir

Akhir minggu lagi; rasanya kalau masih harus mikir tugas dan kerjaan nggak layak disebut akhir pekan. Baru sampai rumah. Perjalanan Depok - Bekasi makan waktu sampai 3 jam. Sungguh terlalu. Biasanya paling lama 1.5 jam. Badan sakit semua. Kurang tidur. Tugas numpuk macam dosa. Ditambah galau.

Dua hari ini (Kamis dan Jumat) banyak banget hal-hal yang bikin saya melek kehidupan. Cerita nih ya..

Hari Kamis (3 Nov 2011) saya melihat 2 bapak yang dulu bekerja di perpustakaan FIB, sekarang mereka dipindahkan di perpustakaan pusat, Crystal of Knowledge (kalau nggak salah namanya itu). Iya, perpustakaan yang katanya tercanggih se-Asia Tenggara itu. Entah deh se-Asia atau se-Asia Tenggara. Walaupun sudah 3 tahun kuliah di FIB dan lumayan sering ke perpustakaan, saya nggak tahu nama-nama beliau. Terlalu ya?

Jadi saya duduk di peron 2 (peron ke Jakarta) dan mereka duduk di seberang, peron 1 (peron ke Depok). Dengar-dengar si bapak perpus #1 anaknya meninggal tertabrak kereta saat liburan semester 3 (tahun 2009 kira-kira). Lalu, bapak perpus #2 air mukanya sendu sekali. Nggak tepat sih, kalau saya bilang sendu. Gimana ya? Wajah tuanya menyiratkan rasa lelah, nrimo, dan tenang. Lama saya memandangi mereka dari seberang peron, nggak tahu deh kalau mereka sadar sedang saya amati :p Lalu tiba-tiba muncul di benak saya sebuah pertanyaan. "Mereka bekerja di tempat sebesar Crystal of Knowledge tapi apa rupiah yang masuk ke rekening mereka setiap bulannya besar juga?

Semoga saja itu rupiah yang masuk rekening berkah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Amin. Nggak tega rasanya membayangkan mereka yang setiap hari harus naik kereta; kalau pagi berdesakkan dengan komuter yang juga menuju Jakarta via kereta dan sorenya berdesakkan dengan komuter yang kembali ke Bogor. Kereta ekonomi tujuan Bogor lalu datang. Kereta belum begitu penuh. Sosok dua bapak penjaga perpus menghilang bersama kereta ekonomi tujuan Bogor.

Sepuluh menit kemudian komuter line tujuan Jakarta Kota yang saya tumpangi datang. Sore itu, alhamdulillah, masih dapat duduk; kereta cukup ramai. Di seberang saya, duduk lesehan di depan pintu kereta, dua bapak yang sepertinya adalah kuli cabutan. Pakaiannya lusuh dan kotor, boot karetnya dekil, yang satu memakai sendal jepit, dekil juga kakinya. Si bapak ber-boot sepertinya sudah berumur 60 tahuanan. Entah benar usianya segitu atau mudanya habis diserap derita. Lalu kembali muncul di pikiran saya. "Memang berapa bayaran seorang kuli panggul, sih? Mewah sekali rasanya kalau mereka naik komuter seharga Rp 6.000,- Memang masih ada uang untuk makan dia dan keluarganya? Masih ada ongkos dari Stasiun Tebet sampai rumah?"

Tetiba ingat beberapa kelakuan teman di kampus yang dengan gampangnya mengeluarkan rupiah. Kelakuan sendiri yang masih suka minta uang sama orang tua. Pikir-pikir lagi deh kalau mau minta uang sama Bapak atau Ibu. Semoga itu nggak sekedar tulisan di blog aja ..


-S

No comments:

Post a Comment

  Photo by Photos Hobby via Unsplash Old wounds are not worth revisiting. -S