Seumur jagung baru usianya tapi sudah banyak hal dilihatnya. Kelakuan-kelakuan hasil asuhan kaum pinggiran.
Pagi harinya diisi dengan pemandangan para pekerja yang terbirit-birit, tangan-tangan pencopet yang gesit, kenek yang teriak-teriak sampai suaranya limit, para preman yang bertampang sengit. Hari-harinya menantang terik metropolitan, menerobos hujan, dan melewati air kubangan.
Saat istirahat dilihatnya para kenek dan preman bus yang perutnya macam tas pinggang dan kerah bajunya yang terbuka memesan kopi. Ia juga melihat para preman, kenek, dan sopir yang menggoda mbak-mbak penjaga warung kelontong, warteg, dan warkop - mbak-mbak yang suka berpakaian ketat dengan motif atau gambar yang bikin para karyawati kantoran nggak habis pikir kenapa ada orang yang selera pakaiannya macam begitu, yang mutar Iwak Peyek kencang-kencang dari hand phone limaratusribuan, dan yang mukanya belang akibat dempulan sekenanya. Sekali-dua kali mereka memelototi bokong penumpang perempuan yang berbalut jeans ketat atau pun rok span. Kalau sedang iseng, di-siul-in lah itu penumpang malang.
Sore hari saat jam pulang kerja, ia ikut bermacet-macet di lampu merah. Melihat pengamen-pengamen, pengasong kemoceng-makanan-minuman, dan polisi yang seenak jidat buang ludah. Kalau sedang sial ia turut terkena ludah.
Malam harinya ia istirahat di terminal. Tak jarang dilihatnya pasangan mesum yang main hanya beralaskan koran di depan toko-toko yang sudah tutup. Kadang pasangan-pasangan itu main didekatnya sampai mani si laki-laki mengenainya. Satu malam orang gila yang berkeliaran di daerah itu mengajaknya ngobrol ngalor-ngidul tentang keluarganya di kampung; bapaknya yang tukang kawin dan ibunya yang suka main dengan teman-temannya sesama tukang ojek, kakak pertamanya yang jadi TKW dan mati diseterika majikannya, kakak keduanya yang menuruni hobi bapaknya -main perempuan- padahal kerjanya hanya satpam, dan adik bungsunya yang butuh uang sekolah dan nggak tahu apa yang dialami keluarganya. Puas si orang gila bercerita, kadang ia dirangkul, dicium, atau ditendang kuat-kuat. Di malam lain anak bau kencur yang mabuk akibat minuman oplosan muntah di atasnya.
Jijik. Sungguh jijik. Untung ia bukan manusia. Ia adalah ban bus Lantjar Djaja yang baru diganti beberapa bulan lalu. Dulu ia tinggal di tempat penyimpanan suku cadang sebuah tempat servis kendaraan yang sempit dan gelap. Senang sekali ia ketika dibawa keluar dan jadi roda kemudi bus Lantjar Djaja. Ternyata tinggal di Ibu kota tidak lebih baik dari pada tinggal di tempat penyimpanan.
Malam harinya ia istirahat di terminal. Tak jarang dilihatnya pasangan mesum yang main hanya beralaskan koran di depan toko-toko yang sudah tutup. Kadang pasangan-pasangan itu main didekatnya sampai mani si laki-laki mengenainya. Satu malam orang gila yang berkeliaran di daerah itu mengajaknya ngobrol ngalor-ngidul tentang keluarganya di kampung; bapaknya yang tukang kawin dan ibunya yang suka main dengan teman-temannya sesama tukang ojek, kakak pertamanya yang jadi TKW dan mati diseterika majikannya, kakak keduanya yang menuruni hobi bapaknya -main perempuan- padahal kerjanya hanya satpam, dan adik bungsunya yang butuh uang sekolah dan nggak tahu apa yang dialami keluarganya. Puas si orang gila bercerita, kadang ia dirangkul, dicium, atau ditendang kuat-kuat. Di malam lain anak bau kencur yang mabuk akibat minuman oplosan muntah di atasnya.
Jijik. Sungguh jijik. Untung ia bukan manusia. Ia adalah ban bus Lantjar Djaja yang baru diganti beberapa bulan lalu. Dulu ia tinggal di tempat penyimpanan suku cadang sebuah tempat servis kendaraan yang sempit dan gelap. Senang sekali ia ketika dibawa keluar dan jadi roda kemudi bus Lantjar Djaja. Ternyata tinggal di Ibu kota tidak lebih baik dari pada tinggal di tempat penyimpanan.
-S
No comments:
Post a Comment